Senin, 24 November 2014

H. Achmad Djunaid

Mengenang Almarhum H. Achmad Djunaid, Tokoh Koperasi dari Pekalongan.

Generasi muda koperasi, mungkin tak pernah mengenal H. Ahmad Djunaid, yang meninggal dunia tahun 1982. Tak demikian dengan tokoh tua yang berkiprah di koperasi, misalnya di Jakarta, setidaknya pasti pernah mendengar akan namanya. Apalagi di tanah kelahirannya-Pekalongan, tentu tidak asing lagi.

Djunaid, yang punya keturunan sepuluh orang putra-putri serta sejumlah cucu, semasa hidupnya berkiprah di koperasi, sampai akhir hayatnya. Ada tiga koperasi sekaligus dipimpinnya sejak tahun 1952 hingga tahun 1982. Dua di Pekalongan, yaitu Koperasi Batik PPIP (Persatuan Pembatikan Indonesia Pekalongan), Koperasi Simpan Pinjam Jasa (Kospin Jasa), dan satu di Jakarta, Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI).

Dua diantara yang pernah dipimpinnya ini, telah tumbuh menjadi koperasi-koperasi raksasa dilihat dari besar asetnya. GKBI misalnya, selain memiliki sebuah gedung pencakar langit betingkat 34, di Jl. Sudirman Jakarta Pusat, juga punya selusin pabrik tekstil yang tersebar di Jakarta, Bekasi, Cirebon, Pekalongan, Batang dan Yogyakarta. Asetnya sudah mencapai tiga triliun rupiah, dan merupakan koperasi paling kaya di tanah air.

Begitu pula dengan Kospin Jasa, yang dulu pendiriannya diprakarsai beliau, merupakan koperasi simpan pinjam terbesar di Nusantara. Kantor cabangnya tak kurang dari 57 unit, tersebar mulai dari Banten hingga di Jawa Timur. Asetnya sudah menunjuk angka satu triliun rupiah.

Uniknya, dua koperasi maha besar ini, justru dipimpin oleh dua orang generasi penerusnya. Yakni Noorbasha Djunaid (putra pertama) di GKBI dan A. Zaky Arslan Djunaid (putra ketiga) di Kospin Jasa. Lintas tiga generasi telah terjadi di keluarga Djunaid. Sebab satu diantara cucunya, yaitu Andi-putra Zaky Arslan juga mengikuti jejak kakeknya, dan sekarang memimpin Kospin Jasa, cabang Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Djunaid, juragan batik di Pekalongan yang lahir 17 Agustus tahun 1921, memulai karirnya di koperasi, dengan jalan mendirikan Primer Koperasi Batik PPIP tahun 1952. Sukses memimpin koperasi ini, menghantarkannya menjadi orang nomor satu di koperasi tingkat nasional GKBI tahun 1957, dan berlanjut hingga tahun 1978. Dalam polesan tangannyalah GKBI pertama kali melambung menjadi pelaku ekonomi handal dibidang perdagangan tekstil.

Kepiawaiannya melobi para petinggi negara, terutama Wakil Presiden Bung Hatta, yang juga Bapak Koperasi, telah menghantarkan GKBI ketiban durian runtuh. Oleh pemerintah ditunjuk menjadi pelaku importir tunggal tekstil, terutama untuk bahan baku kain mori, serta obat-obatan yang berkaitan dengan pembuatan tekstil. Pada dekade lima hingga tahun tujuhpuhan GKBI sudah masuk perusahaan papan atas. Di mana-mana pabrik tekstilnya ada. Sebut saja misalnya PT Medarindoteks, PT Primissima (keduanya di Yogyakarta), PT Dainichi dan PT Promatexco di Batang, itu didirikan semasa masih kepemimpinannya. Melalui kejayaan GKBI, primer koperasi batik anggotanya turut pula menikmati manisnya perdagangan tekstil.

Ibnoe Soedjono, Dirjen Koperasi waktu itu bercerita, GKBI bisa menimbun harta kala itu, tak terlepas dari andil besar Djunaid. Buah pikirannya yang cukup brilian, telah membawa GKBI tumbuh kokoh tak tergoyahkan. Merasa monopoli importir tunggal tidak selamanya dinikmati, sejak pagi-pagi Djunaid sudah mengantisipasinya. Kesempatan yang diberikan, memang tidak dibiarkan berlalu begitu saja. Sari madunya sempat di endapkannya untuk bekal dikemudian hari.

Kalaupun kemudian GKBI sempat jatuh-bangun, dan nyaris asetnya disita akibat terlilit hutang, setelah beliau meninggal dunia, itu merupakan kecelakaan ekonomi di luar jangkauan. Yang pasti, GKBI sekarang ini ditangan generasi penerusnya terus menanjak bertengger di singgasana.

Djunaid telah mewariskan tatanan ekonomi kerakyatan yang monumental berbasis koperasi. Berkat kebijakannya mengatur penyaluran bahan baku batik kepada anggotanya, koperasi-koperasi batik di mana-mana mampu mendirikan pabrik-pabrik Cambrics. Soal pabrik itu kini banyak menjadi besi tua, tuntutan zamanlah yang menghendakinya.

Dimata Ibnoe Soedjono, Djunaid yang sudah dikenalnya sejak masih sekolah di Pekalongan, adalah “orang kuat”. Seorang tokoh koperasi yang tetap konsisten berjalan dikoridornya. Dalam menjalankan usaha koperasi, tidak sekalipun melanggar rambu-rambu, sesuai jatidirinya. “Sesungguhnya, kita telah kehilangan seorang panutan dibidang koperasi” ujarnya.

Orang pertama dari gerakan koperasi yang pernah memperoleh bintang jasa dari pemerintah R.I. berupa Satya Lencana Pembangunan adalah Ahmad Djunaid. Kata Ibnoe, dia pulalah yang waktu itu mengusulkannya, mengingat jasa-jasa beliau yang memang sukses mengembangkan koperasi. Bintang jasa itu diperoleh tahun 1972. Djunaid adalah juga satu di antara penerima penghargaan Hatta Nugraha.

Sisi lain yang juga patut dikenang dari beliu, adalah buah pikiran yang mempersatukan tiga etnis di Pekalongan. Pribumi, Cina dan Arab diajak bersatu padu - berhimpun dalam wadah koperasi. Itulah Kospin Jasa, koperasi simpan pinjam paling populer di tanah air. Hingga kini tiga suku bangsa ini tetap mewarnai keanggotaan koperasi ini. “Termasuk dalam struktur kepengurusannya” tutur Sachroni, Sekretaris Umum Kospin Jasa.

Djunaid memang pantas jadi panutan. Meskipun kaya dan pebisnis ulung, ia juga seorang muslim yang soleh. Sebagai gambaran, karyawan yang menerima gaji, sebelum dibawa ke rumah selalu disarankannya untuk menyisihkan zakat. Hal senada juga diutarakan oleh Rofiqur Rusdi, Sekretaris Koperasi Batik PPIP yang juga didirikannya, sejumlah aset koperasi ini berupa bangunan dan tanah diberikan untuk pendidikan muslim. Ada Madrasah, SMU Muslim, TK Muslim dan tempat ibadah.

Djunaid yang punya tujuh saudara kandung dari ayah bernama Nurwiryo Atmojo dan ibu Munjiati, adalah pemuda pejuang, yang ikut memanggul senjata zaman kemerdekaan. Semasa hidupnya, sejumlah negara telah dikunjunginya demi mengembangkan perkoperasian. Antara lain Amerika Serikat, Swedia, Denmark, Jerman, Norwegia, Saudi Arabia dan negara-negara Asean.

Sumber : http://achmad-djunaid.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar