Senin, 24 November 2014

Pasangan Serasi H. Abdullah Machrus dan Hj.Tadzkiroh

Keluarga Besar Alm. H.Abdullah bin Machrus (http://krapyak.org)
Keluarga H. Abdullah Machrus tinggal di Kota Batik Pekalongan, Sampangan Gang VI, Pekalongan. Wafat pada Jum’at (7/2-014), berselang lima hari menyusul istri tercintanya, Hj. Tadzkiroh yang berpulang terlebih dahulu pada Senin (3/2-2014).

Suaramerdeka.com mewartakan bahwa pada tahun 2007 Alm. H. Abdullah Machrus menjadi pemenang Pemilihan Keluarga Sakinah Teladan Provinsi Jateng 2007. Penghargaan diserahkan Gubernur Jateng H Mardiyanto di Hotel Grasia, Semarang.

Menurut H Abdullah Machrus, di antara tujuh anaknya itu, dua di antaranya menempuh S2 di UI Jakarta yakni HM Machrus Abdullah LC, dan Hj Aliyatul Maula SPsi menempuh S2 di Universitas Muhammadiyah Surakarta.

''Meski demikian, saya justru lebih bangga terhadap anak saya ketiga, yakni Hj Nurchasanah SAg karena sudah menjadi hafizah (hapal Alquran),'' kata Abdullah Machrus.

Apa alasan kebanggaan itu? Ia menyatakan untuk mendidik anak bisa meraih sarjana, tidaklah sesulit untuk bisa meraih hafiz. Karena itu, tidak heran jika kini anak ketiga tersebut menjadi guru di Ponpes Al Munawir Krapyak Yogyakarta.

''Prinsip saya, dalam mendidik anak itu harus sarjana plus santri atau santri plus sarjana. Alhamdulillah, harapan itu hampir tercapai,'' katanya.

Apa kunci sukses membentuk keluarga sakinah? Menurut dia, sebenarnya ada pada istrinya. ''Saya ini bekerja sebagai wiraswasta, sehingga seringkali ke luar kota. Kegiatan saya di bidang sosial seabrek, sehingga jarang sekali saya berada di rumah. Karena itu, pendidikan anak-anak itu sebagian besar karena peran ibu,'' tuturnya.

Dalam pembelajaran kepada anak, diakui, memang yang diutamakan adalah kedisiplinan dan kejujuran. Bagi dia, anak harus tahu kapan waktu untuk beribadah, belajar, bermain, dan membantu orang tua.

Sebagai orang tua, Machrus selalu mengingatkan pada anaknya untuk menjaga dan menunaikan salat lima waktu.

Bahkan juga mendorong anak-anaknya untuk shalat sunah seperti tahajud, duha, awwabin, dan rawatib.

Sebelum anaknya mengenal bangku sekolah, putra-putrinya dikenalkan pada Ponpes Sunan Bonang Sampangan (Pekalongan). Ketika memasuki sekolah MI, mereka sudah terbiasa dengan pelajaran agama Islam khususnya berkaitan dengan Alquran dan bahasa Arab.

Setelah tamat di MI, anak-anaknya menjadi santri di ponpes lain saat melanjutkan sekolah di MTs/SMP dan Aliyah/SMA.

Di antara ponpes yang menjadi tempat mendidik agama anak-anaknya adalah Ponpes Al Hikmah Pati, Ponpes Al Islah Putra dan Al Ishom Putri, Mayong Jepara, Ponpes Maunah Sari Kediri, Jatim, serta beberapa ponpes di Jakarta dan Yogyakarta.

''Anak-anak itu, mondok di Ponpes sekaligus juga sekolah umum. Dengan demikian, mereka memiliki dasar dan bekal ilmu agama yang kuat,'' katanya.

Peninggalan Alm. H. Abdullah Machrus yang paling dikenali adalah bangunan masjid Machrus Al Husein yang dikelola Yayasan Al Fairus.  Selain bangunan masjid, Yayasan Al Fairus juga dilengkapi, pertokoan dan lain-lain, sehingga nantinya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pemeliharaan masjid itu sendiri.

Lokasinya yang strategis di jalur pantura Jalan Raya Baros Pekalongan, masjid ini menjadi daya tarik umat Islam yang sedang dalam perjalanan untuk mampir shalat. Model bangunannya sangat bagus ala masjid Nabawi, maka tidak aneh jika masjid ini menjadi tempat persinggahan para wisatawan ziarah yang menuju ke Pekalongan.


foto Masjid Al Fairus (alfairuspekalongan.blogspot.com)
Dalam Simbi.kemenag.go.id, Masjid Al Fairus tercatat memiliki deskripsi :
ID Masjid     :     01.4.14.34.02.000001
Luas Tanah     :     6.500 m2
Status Tanah     :     Wakaf
Luas Bangunan     :     5.603 m2
Tahun Berdiri     :     2006
Daya Tampung Jamaah   :     1.000

Fasilitas     :    
Internet Akses, Parkir, Taman, Gudang, Tempat Penitipan Sepatu/Sandal, Ruang Belajar (TPA/Madrasah), Toko, Perpustakaan, Kantor Sekretariat, Sound System dan Multimedia, Pembangkit Listrik/Genset, Kamar Mandi/WC, Tempat Wudhu, Sarana Ibadah

Kegiatan     :    
Pemberdayaan Zakat, Infaq, Shodaqoh dan Wakaf, Menyelenggarakan kegiatan pendidikan (TPA, Madrasah, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), Menyelenggarakan Pengajian Rutin, Menyelenggarakan Dakwah Islam/Tabliq Akbar, Menyelenggarakan Kegiatan Hari Besar Islam, Menyelenggarakan Sholat Jumat, Menyelenggarakan Ibadah Sholat Fardhu

Jumlah Pengurus     :     75 orang
Jumlah IMAM  10 orang dan   KHATIB 10 orang.

Masjid Al-Fairuz dibangun atas inisiatif dari Bapak H. Abdullah Machrus karena kepedulian dan keinginan beliau untuk membangun masjid karena di sepanjang Jl. Raya Baros tidak ada masjid yang strategis untuk tempat transit bagi para musafir yang ingin beristirahat dan sholat di masjid tersebut.

Masjid Al-Fairuz dibangun tahun 2002 yang pada peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Prof. DR. H. Said Agil Al-Munawwar, Bapak Menteri Agama RI pada waktu itu yang dihadiri juga 'ulama-'ulama kharismatik dan tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat.

Kegiatan/aktifitas masjid sama seperti masjid-masjid lainnya yaitu adanya pelaksanaan sholat fardhu dan sholat Jum'at, namun khususnya untuk pada tiap-tiap bulan Romadlon setiap tahunnya diadakan buka bersama/ta'jil ala Madinah (yang diawali dengan dengan minum Air zam-zam dan kurma), pembagian zakat dan juga  kegiatan pada hari-hari besar Islam, seperti pelaksanaan sholat Idul Fitri, sholat Idul Adha dan kegiatan keagamaan lainnya termasuk Tabligh Akbar.

Sumber :
http://www.suaramerdeka.com/cybernews/harian/0603/19/dar9.htm
http://suaramerdeka.com/harian/0707/17/nas07.htm
http://krapyak.org/2014/02/09/keluarga-krapyak-turut-bela-sungkawa-atas-wafatnya-h-abdullah-mahrus-hj-tadzkiroh/
http://simbi.kemenag.go.id/simas/index.php/profil/masjid/488/?tipologi_id=5 
http://alfairuspekalongan.blogspot.com Baca Selengkapnya.....

Es Durian Jalan Merak Pekalongan

Buat penggemar es buah, es durian, es degan kopyor, es alpukat, dan sejenisnya apakah sudah pernah mencoba ke warung Es Durian Jalan Merak Pekalongan. paling mudah bagi yang masih asing rute Kota Pekalongan dari Kantor Pos Besar Pekalongan lewat saja depannya ke arah utara, nanti deket situ ada Kantor PT. Telkom, Tbk Jalan Merak. Nah terus ke utara dikit nyampe deh.....


Ini kutipan rilisnya dari web pekalongankota.go.id.
KANDANG PANJANG - Kelezatan es durian yang ada di Gubug Es Merah, Jalan Merak ternyata cukup dikenal oleh masyarakat Kota Pekalongan dan sekitarnya. Hal itu terbukti dengan selalu ramainya tempat tersebut setiap harinya dengan dikunjungi oleh para pembeli.

Bahkan, seorang pengunjung tidak hanya sekedar bisa menikmati es durian saja namun juga bisa dikombinasikan dengan menu es lainnya seperti es durian dengan kopyor, alpukat, kelapa muda ataupun campur. Khusus es durian dengan kopyor dipatok dengan harga Rp 12 ribu sedangkan untuk kombinasi lainnya masing-masing berharga Rp 10 ribu permangkoknya. (Harga sekarang cek di lokasi siapa tahu ada penyesuaian kenaikan harga BBM - Red).

Untuk makanannya, para pengunjung bisa menikmati pecel yang berisi sayuran dan bakwan ataupun soto sebagai pilihan santapan mereka. Walaupun berbeda warung namun masih satu kompleks dengan Gubug Es Merah.

Seorang pengunjung, Arif mengatakan dirinya telah beberapa kali menikmati kelezatan es durian di tempat tersebut. Biasanya ketika kesana dilakukan bersama dengan teman-temannya. "Saya sudah beberapa kali kesini, es duriannya cukup enak untuk dinikmati," jelasnya.

Sementara itu, penjual es durian Gubug Es Merah, Mieke menjelaskan jika keberadaan tempat tersebut telah ada sejak tahun 80-an. Hanya saja pada waktu itu, masih jualan es campur saja dan belum ada warung-warung lainnya.

Warung es Gubug Es Merah dirintis oleh Ibu Suswati yang merupakan mertuanya. Setelah cukup sukses dan terkenal maka warung-warung makanan kemudian mulai muncul, sejak awal tahun 2000-an. "Kami memang khusus berjualan es saja, selain es durian juga ada es alpukat, campur dan sirup. Kemudian warung-warung makanan kemudian mulai bermunculan. Pengelolanya juga masih merupakan orang-orang dekat keluarga," katanya. (ap15).

Sumber :
http://www.pekalongankota.go.id/wisata/kuliner/es-durian-di-gubug-es-merah Baca Selengkapnya.....

H. Achmad Djunaid

Mengenang Almarhum H. Achmad Djunaid, Tokoh Koperasi dari Pekalongan.

Generasi muda koperasi, mungkin tak pernah mengenal H. Ahmad Djunaid, yang meninggal dunia tahun 1982. Tak demikian dengan tokoh tua yang berkiprah di koperasi, misalnya di Jakarta, setidaknya pasti pernah mendengar akan namanya. Apalagi di tanah kelahirannya-Pekalongan, tentu tidak asing lagi.

Djunaid, yang punya keturunan sepuluh orang putra-putri serta sejumlah cucu, semasa hidupnya berkiprah di koperasi, sampai akhir hayatnya. Ada tiga koperasi sekaligus dipimpinnya sejak tahun 1952 hingga tahun 1982. Dua di Pekalongan, yaitu Koperasi Batik PPIP (Persatuan Pembatikan Indonesia Pekalongan), Koperasi Simpan Pinjam Jasa (Kospin Jasa), dan satu di Jakarta, Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI).

Dua diantara yang pernah dipimpinnya ini, telah tumbuh menjadi koperasi-koperasi raksasa dilihat dari besar asetnya. GKBI misalnya, selain memiliki sebuah gedung pencakar langit betingkat 34, di Jl. Sudirman Jakarta Pusat, juga punya selusin pabrik tekstil yang tersebar di Jakarta, Bekasi, Cirebon, Pekalongan, Batang dan Yogyakarta. Asetnya sudah mencapai tiga triliun rupiah, dan merupakan koperasi paling kaya di tanah air.

Begitu pula dengan Kospin Jasa, yang dulu pendiriannya diprakarsai beliau, merupakan koperasi simpan pinjam terbesar di Nusantara. Kantor cabangnya tak kurang dari 57 unit, tersebar mulai dari Banten hingga di Jawa Timur. Asetnya sudah menunjuk angka satu triliun rupiah.

Uniknya, dua koperasi maha besar ini, justru dipimpin oleh dua orang generasi penerusnya. Yakni Noorbasha Djunaid (putra pertama) di GKBI dan A. Zaky Arslan Djunaid (putra ketiga) di Kospin Jasa. Lintas tiga generasi telah terjadi di keluarga Djunaid. Sebab satu diantara cucunya, yaitu Andi-putra Zaky Arslan juga mengikuti jejak kakeknya, dan sekarang memimpin Kospin Jasa, cabang Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Djunaid, juragan batik di Pekalongan yang lahir 17 Agustus tahun 1921, memulai karirnya di koperasi, dengan jalan mendirikan Primer Koperasi Batik PPIP tahun 1952. Sukses memimpin koperasi ini, menghantarkannya menjadi orang nomor satu di koperasi tingkat nasional GKBI tahun 1957, dan berlanjut hingga tahun 1978. Dalam polesan tangannyalah GKBI pertama kali melambung menjadi pelaku ekonomi handal dibidang perdagangan tekstil.

Kepiawaiannya melobi para petinggi negara, terutama Wakil Presiden Bung Hatta, yang juga Bapak Koperasi, telah menghantarkan GKBI ketiban durian runtuh. Oleh pemerintah ditunjuk menjadi pelaku importir tunggal tekstil, terutama untuk bahan baku kain mori, serta obat-obatan yang berkaitan dengan pembuatan tekstil. Pada dekade lima hingga tahun tujuhpuhan GKBI sudah masuk perusahaan papan atas. Di mana-mana pabrik tekstilnya ada. Sebut saja misalnya PT Medarindoteks, PT Primissima (keduanya di Yogyakarta), PT Dainichi dan PT Promatexco di Batang, itu didirikan semasa masih kepemimpinannya. Melalui kejayaan GKBI, primer koperasi batik anggotanya turut pula menikmati manisnya perdagangan tekstil.

Ibnoe Soedjono, Dirjen Koperasi waktu itu bercerita, GKBI bisa menimbun harta kala itu, tak terlepas dari andil besar Djunaid. Buah pikirannya yang cukup brilian, telah membawa GKBI tumbuh kokoh tak tergoyahkan. Merasa monopoli importir tunggal tidak selamanya dinikmati, sejak pagi-pagi Djunaid sudah mengantisipasinya. Kesempatan yang diberikan, memang tidak dibiarkan berlalu begitu saja. Sari madunya sempat di endapkannya untuk bekal dikemudian hari.

Kalaupun kemudian GKBI sempat jatuh-bangun, dan nyaris asetnya disita akibat terlilit hutang, setelah beliau meninggal dunia, itu merupakan kecelakaan ekonomi di luar jangkauan. Yang pasti, GKBI sekarang ini ditangan generasi penerusnya terus menanjak bertengger di singgasana.

Djunaid telah mewariskan tatanan ekonomi kerakyatan yang monumental berbasis koperasi. Berkat kebijakannya mengatur penyaluran bahan baku batik kepada anggotanya, koperasi-koperasi batik di mana-mana mampu mendirikan pabrik-pabrik Cambrics. Soal pabrik itu kini banyak menjadi besi tua, tuntutan zamanlah yang menghendakinya.

Dimata Ibnoe Soedjono, Djunaid yang sudah dikenalnya sejak masih sekolah di Pekalongan, adalah “orang kuat”. Seorang tokoh koperasi yang tetap konsisten berjalan dikoridornya. Dalam menjalankan usaha koperasi, tidak sekalipun melanggar rambu-rambu, sesuai jatidirinya. “Sesungguhnya, kita telah kehilangan seorang panutan dibidang koperasi” ujarnya.

Orang pertama dari gerakan koperasi yang pernah memperoleh bintang jasa dari pemerintah R.I. berupa Satya Lencana Pembangunan adalah Ahmad Djunaid. Kata Ibnoe, dia pulalah yang waktu itu mengusulkannya, mengingat jasa-jasa beliau yang memang sukses mengembangkan koperasi. Bintang jasa itu diperoleh tahun 1972. Djunaid adalah juga satu di antara penerima penghargaan Hatta Nugraha.

Sisi lain yang juga patut dikenang dari beliu, adalah buah pikiran yang mempersatukan tiga etnis di Pekalongan. Pribumi, Cina dan Arab diajak bersatu padu - berhimpun dalam wadah koperasi. Itulah Kospin Jasa, koperasi simpan pinjam paling populer di tanah air. Hingga kini tiga suku bangsa ini tetap mewarnai keanggotaan koperasi ini. “Termasuk dalam struktur kepengurusannya” tutur Sachroni, Sekretaris Umum Kospin Jasa.

Djunaid memang pantas jadi panutan. Meskipun kaya dan pebisnis ulung, ia juga seorang muslim yang soleh. Sebagai gambaran, karyawan yang menerima gaji, sebelum dibawa ke rumah selalu disarankannya untuk menyisihkan zakat. Hal senada juga diutarakan oleh Rofiqur Rusdi, Sekretaris Koperasi Batik PPIP yang juga didirikannya, sejumlah aset koperasi ini berupa bangunan dan tanah diberikan untuk pendidikan muslim. Ada Madrasah, SMU Muslim, TK Muslim dan tempat ibadah.

Djunaid yang punya tujuh saudara kandung dari ayah bernama Nurwiryo Atmojo dan ibu Munjiati, adalah pemuda pejuang, yang ikut memanggul senjata zaman kemerdekaan. Semasa hidupnya, sejumlah negara telah dikunjunginya demi mengembangkan perkoperasian. Antara lain Amerika Serikat, Swedia, Denmark, Jerman, Norwegia, Saudi Arabia dan negara-negara Asean.

Sumber : http://achmad-djunaid.blogspot.com/ Baca Selengkapnya.....

Hoegeng Imam Santoso

Jenderal Polisi (Purn.) (Alm.) Hoegeng Imam Santoso (lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, 14 Oktober 1921 – meninggal 14 Juli 2004 pada umur 82 tahun) adalah salah satu tokoh kepolisian Indonesia yang pernah menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ke-5 yang bertugas dari tahun 1968 - 1971. Hoegeng juga merupakan salah satu penandatangan Petisi 50.

Latar belakang

Hoegeng masuk pendidikan HIS pada usia enam tahun, kemudian melanjutkan ke MULO (1934) dan menempuh sekolah menengah di AMS Westers Klasiek (1937). Setelah itu, ia belajar ilmu hukum di Rechts Hoge School Batavia tahun 1940. Sewaktu pendudukan Jepang, ia mengikuti latihan kemiliteran Nippon (1942) dan Koto Keisatsu Ka I-Kai (1943). Setelah itu ia diangkat menjadi Wakil Kepala Polisi Seksi II Jomblang Semarang (1944), Kepala Polisi Jomblang (1945), dan Komandan Polisi Tentara Laut Jawa Tengah (1945-1946). Kemudian mengikuti pendidikan Polisi Akademi dan bekerja di bagian Purel, Jawatan Kepolisian Negara.

Di luar dinas kepolisian Hoegeng terkenal dengan kelompok pemusik Hawaii, The Hawaiian Seniors. Selain ikut menyanyi juga memainkan ukulele.

KarierSaat menjadi Kapolri Hoegeng Iman Santoso melakukan pembenahan beberapa bidang yang menyangkut struktur organisasi di tingkat Mabes Polri. Hasilnya, struktur yang baru lebih terkesan lebih dinamis dan komunikatif. Pada masa jabatannya terjadi perubahan nama pimpinan polisi dan markas besarnya. Berdasarkan Keppres No.52 Tahun 1969, sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI (Pangak) diubah menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri). Dengan begitu, nama Markas Besar Angkatan Kepolisian pun berubah menjadi Markas Besar Kepolisian (Mabak).

Perubahan itu membawa sejumlah konsekuensi untuk beberapa instansi yang berada di Kapolri. Misalnya, sebutan Panglima Daerah Kepolisian (Pangdak) menjadi Kepala Daerah Kepolisian RI atau Kadapol. Demikian pula sebutan Seskoak menjadi Seskopol. Di bawah kepemimpinan Hoegeng peran serta Polri dalam peta organisasi Polisi Internasional, International Criminal Police Organization (ICPO), semakin aktif. Hal itu ditandai dengan dibukanya Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol di Jakarta.

Tahun 1950, Hoegeng mengikuti Kursus Orientasi di Provost Marshal General School pada Military Police School Port Gordon, George, Amerika Serikat. Dari situ, dia menjabat Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya (1952). Lalu menjadi Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi Sumatera Utara (1956) di Medan. Tahun 1959, mengikuti pendidikan Pendidikan Brimob dan menjadi seorang Staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara (1960), Kepala Jawatan Imigrasi (1960), Menteri luran Negara (1965), dan menjadi Menteri Sekretaris Kabinet Inti tahun 1966. Setelah Hoegeng pindah ke markas Kepolisian Negara kariernya terus menanjak. Di situ, dia menjabat Deputi Operasi Pangak (1966), dan Deputi Men/Pangak Urusan Operasi juga masih dalam 1966. Terakhir, pada 5 Mei 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara (tahun 1969, namanya kemudian berubah menjadi Kapolri), menggantikan Soetjipto Joedodihardjo. Hoegeng mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 2 Oktober 1971, dan digantikan oleh Drs. Mohamad Hasan.

Sumber : Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.

Baca Selengkapnya.....

Cerita Temu Kangen Cerita Keakraban Cerita Keluarga








Baca Selengkapnya.....

Penyanyi Beneran dan Penyanyi Dadakan Sama-sama Menghibur







Baca Selengkapnya.....

Pasal 10, 11, 12, 13, 14 Pasal Hidangan Keluar

Hidangan kombinasi Jawa dan Kalimantan, sama makNyusss nya

Sarapan Pagi dulu untuk persiapan Acara Siangnya



Inilah Hidangan Kombinasi Model Kalimantan diiringi Menu Jawa Tengah khas Pekalongan "Soto Taoto".

Baca Selengkapnya.....