Sabtu, 01 Desember 2012

Efek Buruk Nonton TV bagi Anak-anak, Balita dan Bayi

Anak sedang asyik nonton TV (dok. fmaster.com, futurity.org)- eip

Keberadaan kotak ajaib si Televisi (TV) hampir ditemukan di semua rumah tangga atau keluarga. Bahkan di Handphone dan kendaraanpun mudah ditemukan device atau gadget beraplikasi penerima siaran televisi agar para pecinta acara TV tidak terlewat acara kegemarannya. Sudah bukan hal mengherankan dalam satu rumah seringkali dijumpai terpasang lebih dari satu perangkat TV.

Kondisi ini mudah terjadi karena selain semakin meningkatnya taraf ekonomi masyarakat, ada keinginan yang sering berbeda antar anggota keluarga dalam menyukai program acara TV sehingga membutuhkan lebih dari satu TV. Tingginya kebutuhan hiburan dan informasi, makin bervariasi program acara TV dan juga makin terjangkaunya harga TV dan gadget serta device bundel aplikasi TV khususnya produk Cina, semakin memudahkan TV terbeli masyarakat.

Lain dulu lain sekarang
Hal ini beda jauh dengan era tahun 70-an dan 80-an, di saat TV menjadi barang terbatas untuk dimiliki. Lagian jumlah stasiun TV pun juga masih satu, yaitu hanya TVRI dan jam siarannya terbatas nggak seperti sekarang sampai dini hari atau 24 jam nonstop. Di era itu ada badan sensor penyiaran yang selalu mengawasi penayangan Film bioskop. Bioskop menjadi tempat rekreasi, cuci mata, dan hiburan masyarakat. Keberadaan bioskop inipun hanya diakses buat penghobi film yang rela keluar duit. Bagi yang berkantong tipis, era layar tancap bioskop keliling atau misbar (gerimis bubar) menjadi alternatif hiburan rakyat, syukur-syukur kalau sedang ada produk siaran film keliling dari perusahaan jamu, kecap, rokok, obat-obatan, mobil KB dan penerangan, masyarakat dapat nonton gratis hiburan film di lapangan.

Jaman serba elektronis hari gini, TV sudah menjamur kemana-mana. Sepertinya benda ini jadi wajib ada buat rumah tangga, meski ada pula beberapa kelompok masyarakat yang tetap masih menghindari atau belum memilikinya. Namun jumlah kelompok ini jauh makin sedikit jumlahnya. Beberapa masyarakat ada yang ketat menjaga anak-anak untuk tidak menonton TV saat jam belajar, saat panggilan untuk beribadah shalat, dan mengharamkan hadirnya TV di rumah.

TV benda yang memikat jutaan orang dan membuka jendela dunia
Lalu sebenarnya apa sih kehebatan kotak ajaib ini menjadi begitu dibutuhkan masyarakat? Tentu saja karena sifatnya yang menghibur dan dapat menjadi teman dikala santai atau perlu mendapatkan informasi. Sampai-sampai acara talkshow atau bincang-bincang punya rating bagus di TV dan iklannya bejibun hingga mampu bikin kaya si host pembawa acaranya. Ada pula stasiun TV yang hanya mengkhususkan untuk acara news (berita) juga laku keras di masyarakat.

Dengan asumsi masyarakat kita butuh kehadiran TV sampai-sampai TV kabel dan TV berbasis streaming atau koneksi internet mulai laris manis diterima pasar, apa artinya buat kiat? Artinya memang TV benar-benar menyatu dengan kehidupan masyarakat termasuk program-program acaranya, dari yang menghibur, sumber informasi dan berita, gosip, iklan, sampai-sampai masyarakat kita jadi tempat sampah buangan acara-acara yang tidak mendidik, tidak diperlukan bahkan program-program tidak bermutu sekedar kejar tayang atau mendapat pengiklan karena kompetisi dan persaingan antar TV semakin ketat dalam menyuguhkan program-program siarannya.

Seringkali anak-anak balita di rumah hanya ditemani ibunya atau pembantunya sambil nonton TV atau disuguhi acara TV agar diam atau terhibur, sehingga si anak takjub dan terkagum-kagum dengan ragam acara yang silih berganti dari kotak ajaib ini. Bahkan anak-anak sekolah lebih hapal artis yang diidolakan entah dari bintang sinetron, pemusik, tokoh kartun, dan lainnya yang menjadi idolanya setiap kali terbengong-bengong di depan TV.

Efek Negatif TV buat Anak
Selain manfaatnya dalam menghibur dan menginformasikan, menonton siaran TV punya efek kurang bagus buat si kecil. Penelitian Dimitri Christakis dan timnya dari University of Washington berhasil menemukan fakta buruk nonton TV. Terlebih karena kesibukan bekerja dan aktifitas orang tua, sampai saat ini masih banyak orang tua mengakui jarang menemani anaknya menonton televisi karena tidak sempat, sibuk atau tidak memiliki cukup waktu bersama dengan keluarga. Hal ini dikhawatirkan memberikan dampak negatif bagi anak-anak yang menonton televisi tanpa didampingi orang tuanya.

Secara ekstensif, Dimitri melakukan studi riset pada anak-anak yang balita berusia satu dan tiga tahun. Risetnya tersebut menemukan fakta bahwa anak-anak yang dibiarkan menonton televisi tersebut ternyata mengalami masalah fokus perhatian begitu mereka berusia tujuh tahun. Hasil riset ini diterima dan disetujui American Academy of Pediatrics yang kemudian menghimbau kepada para orangtua untuk melatih diri tidak membawa anak-anak mereka menonton TV bersama-sama mereka.

Studi Dimitri tentu saja langsung menjadi teguran keras untuk para orangtua yang terbiasa menonton TV sembari membiarkan Si Kecil menontonnya juga. Para orangtua tersebut diharapkan bisa menyadari efek jangka panjang yang bisa terjadi pada Si Kecil jika itu tetap dilakukan. Efek kurangnya fokus perhatian merembet pada hal lain seperti Si Kecil hanya beraktivitas secara pasif serta kurang berinteraksi dengan Anda dan sekelilingnya. Padahal seperti yang kita ketahui, perkembangan cara bicara dan pengumpulan kosakata yang positif bisa didapat dari Anda yang mengajaknya ngobrol dengan mereka.

Contoh paling nyata, Anda pasti pernah mendengar cerita bahwa ada banyak anak yang justru berbicara dengan kosakata-kosakata tak pantas – yang tak sesuai dengan usianya, dan itu didapat mereka dari tontonan seperti sinetron atau iklan produk-produk iklan tertentu.

Michael Rich, MD, MPH., konselor atau penasehat buat orang tua yang juga Direktur Center on Media and Child Health dari Childrens’s Hospital Boston menjelaskan semua hal tentang kekhawatiran dampak negatif TV buat anak-anak, sebagai berikut :
  1. American Academy of Pediatrics merekomendasikan anak-anak di bawah usia 2 tahun tidak menonton TV sama sekali, dan anak berusia 2-6 tahun hanya menoton TV sebanyak 1-2 jam per hari. Hal ini realistis dan kebanyakan orang tua akan mengikuti rekomendasi ini jika mereka meyadari betapa media bisa mempengaruhi anak-anak mereka. Anak-anak pasti tetap bisa hidup tanpa televisi, mereka mengalami hal ini di era tahun 50-an.
  2. Segala sesuatu telah berubah sekarang. Kita dikelilingi oleh begitu banyak media, namun demikian jumlah media yang begitu banyak membuat kita kebingungan dalam memandang persoalan dunia, berinteraksi dengan orang lain, dan bahkan sekadar menikmati saat-saat damai. Kita mungkin diberi informasi lebih, tapi itu semua mengorbankan fisik, mental, dan kesehatan sosial kita. (Catatan editor : bahkan jika informasi itu buruk maka ibarat sampah atau parasit yang akan meracuni pikiran anak-anak).
  3. Efek negatifnya bagi anak, dengan seringnya dan lamanya menonton acara TV menjadi suatu kebiasaan dapat menimbulkan obesitas. Penelitian menemukan bahwa anak-anak yang menonton televisi cenderung mengalami kelebihan berat badan, dan itu bukan hanya disebabkan mereka duduk terlalu lama. Kebanyakan iklan-iklan di televisi mempromosikan makanan yang tinggi kalori, dan anak-anak menginginkan produk-produk yang dilihatnya di televisi. Daftar dampak negatif ini terus bertambah. Dampak lainnya bahwa siaran media sarat kaitannya dengan kegiatan merokok, risiko seksual, gangguan makan, dan unsur-unsur kekerasan yang dapat mempengaruhi kehidupannya kelak jika tidak mendapat pendampingan pemahaman secara bijaksana.
  4. Masalah kekerasan. Penelitian menjukkkan kekerasan di media meningkatkan kegelisahan, ketakutan, dan prilaku agresif, kurang tidur, serta masalah pendidikan dan perhatian pada kalangan anak-anak. Ditambah lagi anak-anak yang dihibur dengan kekerasan dapat menjadi kurang peka dan tidak menentang saat digertak, membuat lingkungan sekolah dan tempat tinggal lebih berbahaya bagi kehidupan anak-anak.
  5. Program pendidikan di TV buat anak-anak hanya sedikit berpengaruh membantu untuk anak-anak, tapi tidak ada efek positifnya bagi anak-anak berusia di bawah 2 tahun. Otak mereka belum cukup berkembang untuk belajar dari layar. Bahkan video untuk bayi mungkin berperan terhadap keterlambatan perkembangan kognitif dan menimbulkan kerugian yang nyata.
  6. Semua nampaknya terlihat buruk buat anak dan balita buat menonton televisi dan video, lalu adakah sisi baiknya?. Untuk anak-anak di atas 2 tahun, beberapa program edukasi dapat membantu meningkatkan kemampuan bahasa mereka. Penting untuk memilihkan anak acara interaktif, seperti Dora the Explorer dan Blue Clues. Program ini dirancang oleh ahli pendidikan yang tahu persis perkembangan kemampuan anak dan diarahkan untuk semua anak, dan mereka meminta respons yang bijak dari penonton. Sehingga informasi yang diterima anak tidak hanya secara pasif. Juga, video game yang sesuai dengan umur tanpa unsur kekerasan dapat membantu anak belajar meyelesaikan masalah.
  7. Untuk yang tidak menonton televisi, anak-anak berusia 2 dan 4 tahun dapat disediakan berbagai macam pilihan permainan yang menggunakan imajinasi, kreativitas, dan aktivitas fisik. Anak-anak yang tidak berharap atau meminta menonton TV, mereka tidak akan mendapat masalah. Dan betul-betul menyenangkan di saat senggang sekali-kali anak-anak di atas usia 4 tahun diajak menonton film bioskop yang sedang favorit yang sesuai dengan tahap perkembangan akal dan mentalnya.
Bagiamana dampak bagi batita yang menonton TV?
Bayi usia 2 tahun ke bawah sebaiknya tidak menonton TV karena usia dua tahun adalah masa-masa penting perkembangan awal otak bayi. Perkembangan otak bayi pada usia tersebut lebih membutuhkan pengaruh positif yaitu eksplorasi dan interaksi sosial dari lingkungan, anak-anak atau orang-orang dewasa sekitarnya. Hal ini amat penting untuk menunjang dan membantu mengoptimalkan perkembangan sosial, emosional, bahasa dan kognitif bayi.

Menonton TV terlalu banyak dan terlalu sering akan membuat bayi lebih sedikit untuk bereksplorasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Televisi tidak baik untuk bayi karena dapat mengganggu perkembangan otak bayi. Bahkan ada penelitian yang mengungkapkan bahwa ada keterkaitan antara terlalu banyak menonton TV dengan keterlambatan perkembangan kognitif dan bahasa pada bayi.

Selain itu ada juga penelitian yang menyebutkan bahwa anak usia tiga tahun ke bawah yang terlalu banyak menonton TV akan terganggu daya konsentrasinya pada usia sekolahnya nanti. Banyak penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa terdapat kaitan antara terlalu banyak menonton TV dengan timbulnya masalah bayi dalam pemusatan perhatian seperti ADHD.

Anak usia 2 tahun ke atas masih diperbolehkan menonton televisi atau tayangan media lainnya seperti film DVD, namun tidak boleh lebih dari 2 jam sehari. Pastikan orang tua atau pengasuh berada di dekat anak untuk mendampingi anak selama ia menonton TV. Hal ini selain untuk memberikan arahan positif bagi perkembangan imajinasi anak juga agar tetap tercipta komunikasi yang aktif dan interaktif antara anak dan orang tua.

Komunikasi yang interaktif tersebut juga akan membuat otak bayi tetap aktif selama ia menonton TV karena mendapatkan informasi tidak hanya dari satu arah saja. Tetaplah berkomunikasi dengan anak ketika ia menonton TV dengan sambil menceritakan apa yang sedang ditontonnya. Contohnya bila bayi menonton film hewan-hewan, sebutkanlah nama-nama tiap hewan tersebut, seperti : “oh.. itu ada jerapah, jerapahnya sedang makan”.

Televisi juga dapat mengganggu tidur anak dan membuatnya menjadi lebih gelisah. Untuk itu, sebaiknya tidak membiarkan akan balita Anda (usia 2 tahun ke atas) untuk menonton TV tepat sebelum ia tidur. Bila Anda mengizinkan anak Anda menonton tv sebelum tidur, pastikan setelahnya selama kurang lebih 10 menit membacakan cerita atau bernyanyi untuk anak Anda, baru kemudian mengajaknya tidur.

Akibat adanya pengaruh buruk yang kemungkinan besar bisa timbul dan mempengaruhi perkembangan anak Anda, pastikan Anda juga mengawasi tayangan atau film yang ditonton anak Anda. Jauhkan anak dari tayangan-tayangan yang tidak sesuai dengan umurnya, tayangan yang mengandung kekerasan, tayangan dewasa, atau tayangan tak mendidik lainnya.


Dapatkan manfaatnya dan hindari dampak Buruknya

Terlepas dari dampak buruknya, memang televisi tetap saja tidak bisa dilepaskan dari keseharian anak dan orangtuanya. Televisi pun tidak melulu memberikan efek buruk terhadap anak, asalakan orangtua bisa mendampingin dan bersikap bijak. Berikut manfaat dari menonton televisi:
  1. Meningkatkan kosakata anak
  2. Anak bisa belajar hal baru
  3. Meningkatkan minat anak pada hal baru
  4. Memiliki ikatan dengan tokoh atau acara yang ditonton.
  5. Menciptakan momen kebersamaan keluarga
Melihat manfaat tersebut, tidak ada salahnya jika orangtua menjadikan televisi sebagai sahabat untuk anak. Namun ada beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk mengurangi dampak buruk televisi dan memaksimalkan manfaatnya, seperti berikut:

  1. Perhatian penempatan televisi. Jangan berikan anak televisi khusus di kamarnya. Sebaiknya televisi ditaruh di tempat yang anak tetap bisa diawasi dan didampingi saat menonton.
  2. Batasi waktu anak menonton televisi, cukup 1-2 jam sehari.
  3. Damping anak saat menonton televisi.
  4. Seleksi acara yang ditontonnya.
  5. Seleksi perannya. Jangan sampai Anda malah menjadikan televisi sebagai babysitter.
  6. Pastikan selalu ada alternative kegiatan selain menonton televisi, misal bermain sepeda, puzzle, berkebun dan lain-lain.
  7. Orang tua harus memberi contoh pada anak, seperti ketika baru pulang kerja, jangan langsung duduk di depan televisi berjam-jam.
Dari berbagai hasil penelitian di atas, jangan salahkan anak-anak atau balita anda jika jadi lambat bicara, gelisah, agresif, pendiam, atau hanya sedikit punya kosa kata yang benar, karena boleh jadi mereka dalam proses tumbuh lebih sering ditemani TV dibanding ditemani Anda untuk berbicara, berbagi rasa, bermain, berteman, dan mendapat perhatian lainnya untuk menemani aktifitas kehidupannya selama dalam perjalanannya menuju kedewasaan.

sumber:
http://www.ibudanbalita.com
http://parentsindonesia.com
www.wolipop.com
photo : masterfile.com, futurity.org

1 komentar:

  1. Terima kasih atas infonya,Sebenarnya melalui gadget pun anak bisa belajar sambil bermain,.. Tentunnya dengan meninstall aplikasi-aplikasi edukatif… selama itu mendidik kan gak apa2… asalkan tidak berlebihan juga Pelase Visit: Tips Motor Indonesia ( www.motroad.com )

    BalasHapus